Minggu

Peri Cintaku-Marcell

Selasa

tersadar oleh sang waktu

BRAKKK !
Benturan yang keras membuatku pingsan. Entah berapa lama aku tidak sadarkan diri. Sepasang tangan yang kuat dan kasar membangunkanku.
“ Hai, bangun gembel! Jangan tidur disini! “
Aku kaget. Ketika kubuka mataku, di depanku kulihat seorang laki-laki kekar dengan wajah beringas.
“ Bapak si…sia…pa ?”tanyaku terbata-bata. Aku ketakutan.
“ Ha…ha…ha! Jangan berlagak pilon.Pura-pura bodoh! Bukankah aku bosmu? “
‘” Bos apa? Saya sama sekali tidak mengerti.”
“ Dasar bego! Cepat berikan seluruh hasil mengemismu hari ini?!”
Aku benar-benar tidak mengerti apa maksud bapak tadi. Mengemis? Aku pengemis? Tidak mungkin. Ayahku pengusaha terkaya di kotaku.
“Ayo,cepat! Kalau kamu tidak menyerahkan penghasilanmu hari ini, aku akan mengurungmu di ruang bawah tanah.”
Dengan menggigil ketakutan ,kukorek-korek seluruh isi saku celanaku.
Heran! Biasanya banyak uang di dalam sakuku. Namun, kali ini seratus rupiahpun tidak kutemukan. Aku kebingungan.
“Maaf, Pak! Aku tidak membawa uang. Tapi, kalau Bapak ingin meminta uang mintalah pada Ayahku. Beliau pengusaha kaya di kota ini. Tapi, tolong bebaskan saya!”
“Ha..ha…ha ! “ laki –laki itu tertawa semakin keras.
“Jangan membodohi aku. Pengemis seperti kamu tidak mungin berasal dari keluarga yang kaya . Bohong! “laki-laki itu terus saja marah –marah. Dengan tubuhnya yang kekar ia menyeretku.


Sampailah aku di ruang bawah tanah. Gelap, pengap dan lembab. Rasanya aku tidak asing dengan ruangan ini. Aku ingat sekarang! Bukankah ini gudang tempat aku biasa berkumpul dengan gengku? Mana Odi? Mana Theo? Ian?Aku ingat tadi siang aku bermain dengan mereka.
Ya, ya aku ingat! Aku tadi merencanakan ide hebat bersama teman-temanku. Kami sepakat akan menggasak rambutan yang ada di pohon Pak Sukri. Kami juga berencana akan mengempesi sepeda Pak Guru. Tapi mengapa aku sendirian? Mana yang lain?
Sepi rasanya tanpa kehadiran sahabat-sahabatku. Kami adalah tim yang kompak. Di sekolah kami ditakuti teman-teman. Mereka tidak berani menegur kami bila kami berbuat iseng kepada mereka. Kami adalah jagoan. Bagi kami, dihukum karena tidak membuat PR hal yang biasa. Dimarahi Pak guru? Cuek aja. Nilai ulangan jelek? Tidak masalah.Toh, orang tua kami kaya. Buat apa bersusah payah sekolah?
Aku heran dengan keadaan ini. Ketika aku sedang bingung, tanpa sengaja kulihat sebuah cermin tergantung di tembok. Perlahan kudekati. Aku ingin melihat luka bekas tamparan di wajahku.
“ Ahhhhh! “Aku menjerit sekuat-kuatnya. Wajah siapakah yang ada di cermin tadi? Dekil, kumal , kotor dan beringas.
Sekali lagi kupandang cermin itu. Yang kulihat wajah yang sama. Dengan perasaan takut kuamati wajah dalam cermin. Seperti wajahku tetapi lebih tua. Mungkin berumur 30 tahun. Kuusap daguku, bayangan dalam cerminpun melakukan hal yang sama. Kuusap rambutku, kuucek mataku. Ya,Tuhan! Itu aku! Bagaimana mungkin aku setua itu? Umurku baru 10 tahun. Aku tadi pagi masih sekolah. Siang hari aku bermain dengan teman-temanku. Apa yang terjadi?
Aku mulai panik. Aku berteriak. Pintu kugedor-gedor.
“Tolong! Tolong! Bukakan pintu!! “ Brak! Brak! Brak! Dengan sekuat tenaga kugedor-gedor pintu. Tidak ada orang yang mendengarku. Tanganku sampai memerah. Aku lelah. Aku menangis. Putus asa.
Tiba-tiba pintu dibuka dari luar. Seorang laki-laki berwajah bersih menghampiriku.
“ Kamu siapa? “ tanyaku sambil mengingat, sepertinya aku kenal dia.
“ Rino, apakah kamu tidak mengenalku? “ katanya sambil menyodorkan minuman.
“Aku Dio.”
Dio. Aku ingat sekarang. Dialah yang paling sering menjadi korban keisenganku.
“ Dio, aku malu. Aku jahat kepadamu tetapi engkau baik kepadaku.”
“ Rino, kita sekarang sudah dewasa. Bukan kanak-kanak lagi. Umur ku sekarang 35 tahun “
“ Tidak mungkin. Kemarin aku baru saja merayakan ulang tahunku yang ke sepuluh. Kamu bohong! “
“ Tidak ,Rino! Itu sudah dua puluh lima tahun yang lalu. “
Aku menggelengkan kepala. Benar-benar pusing. Kemudian Dio mengajakku ke luar dan mendudukkan aku di kursi.
“ Lihat kalender itu! “ Dio menunjukkan kepadaku sebuah kalender dan membuat aku terlonjak! Tahun 2034. Bagaimana mungkin aku bisa melompati waku 25 tahun. Tadi siang tahun 2009 dan sekarang 2034 ?
Kemudian Dio memberiku surat kabar. Ya, tahun 2034! Televisi yang menyiarkan berita pun menyatakan hal yang sama.
“ Dio, bisakah kau menceritakan hal yang terjadi?”
“ Ya, kamu terlempar ke masa depan. Inilah hidupmu. Lihat keadaanmu! “
“Aku jadi pengemis, padahal orang tuaku sangat kaya. Dimana mereka? Bagaimana nasib ayah dan ibuku? “
“ Orang tuamu masih hidup. Mereka jatuh miskin dan sakit-sakitan.”
“Mengapa? “
“Bacalah kisah ini!”
Kubaca majalah yang disodorkan Dio. Di majalah itu dikisahkan riwayat seorang pengusaha kaya yang jatuh miskin karena ulah anaknya. Rupanya ketika berusia 25 tahun aku diminta ayahku untuk memimpin perusahaan. Ayahku sudah tua, ibu sakit-sakitan. Aku anak tunggal. Aku tumpuan hidup satu-satunya.
Dengan setengah hati aku menerima tugas dari ayahku. Namun karena aku bodoh perusahaan yang kupimpin bangkrut. Aku malas bekerja. Hidupku hanya untuk berfoya-foya. Kemudian ayahku jatuh miskin.
Aku menyesal dan malu. Aku lari dari rumah. Karena tidak memiliki kepandaian dan ketrampilan akhirnya tidak ada orang yang menerimaku bekerja. Akhirnya aku menjadi pengemis.
Inikah hidupku? Tidak! Aku tidak mau seperti ini. Aku harus melakukan sesuatu. Tapi apa? Aku tahu. Aku harus kembali ke tahun 2009. Aku harus merubah hidupku.
Aku ingat sesuatu! Aku segera lari ke gudang bawah tanah. Cermin! Ya,aku harus ke cermin. Cermin itulah yang menyedotku ketika aku di gudang tadi siang. Cermin itu yang melontarkanku ke tahun 2034. Bersyukurlah aku cermin itu masih ada.
Segera kudekati. Kedua telapak tanganku kuletakkan di atasnya. Aku berdoa kepada Tuhan .Mohon ampun atas kenakalan yang kulakukan. Aku juga berjanji akan memperbaiki hidupku. Aku akan rajin belajar dan patuh pada nasehat orang tuaku. Aku juga akan menjadi anak yang baik.

Selesai aku berdoa, aku merasakan kekuatan yang dasyat menarikku. Memutar-mutar tubuhku, melewati lorong yang sangat panjang. Dan..Brak! Aku terlontar dan jatuh di belakang rumahku.
“ Rino,kamu kemana saja? Dari tadi aku mencarimu! “ Odi menanyaiku.
“Tidur di gudang “ kataku . Aku senang telah kembali ke masa kanak-kanakku.
Aku segera berlari .” Rino, tunggu, mau kemana?”
“ Ke rumah Dio. Aku mau berterimakasih kepadanya.”
“ Buat apa menemui anak bloon itu? “
“ Ceritanya panjang kamu pasti tidak percaya.”
Odi terus mengejarku,” Rencana kita jadi kan malam ini? Itu pesta rambutan dari pohon Pak Sukri?”
“ Batal!”
“ Nggembosin sepeda Pak Udin?’
“ Batal! “

Aku terus berlari. Aku mengejar waktu. Banyak hal yang harus kulakukan hari ini. Yang pasti mulai sekarang tidak akan kusia-siakan hidupku. Hidup dan waktuku adalah untuk belajar, berbuat baik dan menyengangkan orang tuaku dengan prestasi dan perbuatanku. Mampukah aku? Doakan aku ya, teman-teman!

aku suka mama di rumah

Shasa membuka pintu kamarnya dengan perlahan dan melongokkan kepalanya. Sepi. Biasanya siang begini mama sedang istirahat di kamarnya. Shasa bergegas menuju telepon yang ada di ruang keluarga. Sempat Shasa merasa ragu-ragu tapi kemudian dengan cepat jarinya memencet nomor telepon rumah neneknya.
“Halo.. Tante Ria ya?” sapanya dengan gembira ketika mengenali suara tantenya di seberang sana mengucapkan salam. Fiuhhh… Untung Tante Ria sedang tidak bertugas. Tante Ria itu adik perempuan mama yang tinggal di rumah nenek dan bekerja sebagai pramugari. Setelah menjawab salam, Shasa langsung nyerocos panjang lebar mengeluarkan unek-uneknya.
Suara tawa tantenya terdengar tepat setelah ia menyelesaikan ceritanya. “Ihh.. Tante Ria kok malah tertawa sih?” rajuk Shasa. “Besok tugasnya harus dikumpulkan loh.. Terus Shasa harus cerita apa dong tentang profesi mama? Mama kan cuma ibu rumah tangga,” kata Shasa dengan suara pelan. Takut terdengar oleh mama yang ada di kamarnya. “Kok mama gak kerja di kantor sih, tante? Kerja di kantor kan lebih keren..,” lanjut Shasa.
“Eh, mama jadi ibu rumah tangga karena mama sayang Shasa lohh..” kata Tante Ria. Kemudian Tante Ria pun bercerita.
Ternyata dulu mama bekerja di kantor sebagai konsultan pajak. Setelah itu pindah kerja ke perusahaan asing. Sampai akhirnya menikah dan melahirkan Shasa, mama masih bekerja. Ketika mama dan papa Shasa membeli rumah dan tak lagi tinggal di rumah nenek, sebelum ke kantor, mama menitipkan Shasa di rumah nenek. Pulang dari kantor, mama menjemput Shasa baru kemudian pulang ke rumah.
“Terus kenapa mama berhenti bekerja?” tanya Shasa penasaran
“Ceritanya waktu itu Shasa akan disekolahkan di kelompok bermain yang ada di dekat rumah Shasa. Nahh.. karena tidak mungkin meminta nenek menemani Shasa, mama kemudian mencari pengasuh untuk menjaga Shasa selama mama bekerja. Tapiii.. begitu ditinggal mama berangkat ke kantor, kerjaan Shasa hanya menangis dan bolak-balik memanggil-manggil mama. Wahh.. bukan hanya pengasuh Shasa yang bingung tapi mama, papa, nenek, kakek, semua ikut bingung. Akhirnya mama memutuskan berhenti bekerja.”
Shasa meringis mendengar cerita tantenya. Ternyata dirinya yang telah membuat mama sekarang jadi ‘gak keren’.
“Sekarang kalau disuruh memilih, Shasa lebih suka mama ada di rumah atau bekerja?” tanya tantenya. Beberapa saat lamanya Shasa berfikir. Baru saja ia akan menjawab, dilihatnya pintu kamar mama terbuka.
“Eh, tante.. nnggg.. jawabannya jangan sekarang ya? Nanti Shasa nelepon tante lagi deh.. ” setelah mengucapkan salam, dengan terburu-buru Shasa menutup teleponnya
“Telepon dari siapa, Sha?” tanya mama.
“Nnggg.. anu..Ma.. tadi Shasa nelepon Tante Ria,” jawab Shasa sambil bergegas masuk ke kamarnya.
Di kamarnya Shasa mengingat-ingat cerita Tante Ria. Sebenarnya kalau sekarang disuruh memilih, Shasa lebih senang mama ada di rumah. Setiap pagi mama mengantar Shasa sekolah. Mama juga mengantar jemput Shasa ke tempat les. Setiap hari mama selalu memasak makanan yang enak-enak dan membuat penganan untuk Shasa dan papa. Teman-teman mama bahkan suka memesan kue buatan mama. Setiap kali ada pesanan, mama tak lupa menyisihkan untuk Shasa. Bahkan di antara kesibukannya itu, mama masih sempat membuat tulisan atau cerita. Setiap malam, sambil mengetik tulisannya, mama menemani Shasa belajar dan mengerjakan tugas. Kalau Shasa kesulitan, mama selalu siap membantu Shasa.
Dengan semangat, Shasa mulai menulis tentang profesi mama yang bukan pekerja kantoran.
“Apaan nih?” tanya mama heran ketika dua hari kemudian Shasa menyerahkan sebuah bungkusan sepulang sekolah.
“Crepes rasa coklat keju kesukaan mama,” jawab Shasa sambil tersenyum. “Tadi Shasa beli di kantin.”
“Lohh.. kalau uang jajan Shasa dipakai membeli Crepes untuk mama berarti Shasa gak jajan dong..”
Shasa menggelengkan kepalanya sambil tetap tersenyum. “Itu hadiah dari Shasa, Ma. Dua hari yang lalu, Shasa mendapat tugas menceritakan profesi ibu masing-masing. Tadinya Shasa pikir jadi ibu rumah tangga itu kalah keren dibanding dengan kerja kantoran ternyata Shasa salah.” Shasa kemudian menceritakan pembicaraannya dengan Tante Ria. Ditunjukkannya juga kertas tugas yang sudah dinilai. Tak lupa diceritakan bagaimana teman-teman sekelasnya bertepuk tangan ketika ia selesai membacakan tulisannya di depan kelas.
“Makasih ya, Ma.. Mama sudah mengorbankan pekerjaan mama supaya bisa menemani Shasa di rumah. Shasa sayaaaanng banget sama mama,” kata Shasa sambil memeluk mama.
“Mama juga sayang Shasa,” bisik mama sambil memeluk Shasa.

Sabtu

tanya diri sendiri

ada waktunya kamu mencoba berbicara sendiri dengan jiwa dan raga

1000 lebih hari telah kamu lewati

1000 lebih rasa telah kamu rasakan

ada tangis, canda tawa, sesak, senyuman

sebelum kamu membuka matamu

pertanyakan pada dirimu

apa saja telah kamu lakukan?

untuk Tuhan, dan orang-orang yang kamu cintai

sudahkah kamu merasakan sesuatu

tentang penyesalan,

tentang pertobatan,

di masa lalu

sebelum kamu membuka matamu

pertanyakan dalam dirimu

sudahkah kamu lakukan sesuatu yang terbaik

tentang pengorbanan

tentang ketulusan

di masa lalu

sebelum kamu membuka matamu

apa saja yang telah tangan, mulut, mata, telingamu lakukan

tentang sajak yang kamu tinggalkan

tentang lukisan yang kamu torehkan

di masa lalu

sebelum kamu membuka matamu

apa saja yang hatimu lakukan

tentang Cinta

tentang malaikat yang pernah meratu di hatimu

di masa lalu

coba

cobalah

sekarang

ibarat matamu terpejam

sejenak film masa lalu itu merebak hangat dalam pikiran dan hatimu

biarkan penyesalan dan kesalahanmu membuat hitam jiwamu

jika ada air mata menetes di pipimu, itu wajar

jika ada amarah merebak, tetaplah terpejam dan hening

jika ada senyum merona, buatlah senyummu seperti rembulan

lalu hentakkan lukisan-lukisan itu

kosongkan…

kosongkan..

kosongkan..

perlahan gambarkan sebuah pantai dalam pejamnya jiwa dan ragamu

kau harus lukiskan matahari yang terbenam

dimana cahaya matahari merebak di telaga

dimana ombak menderu, sampai kamu mampu mendengar deburan

dimana kaki-kakimu merasakan pasir dan kerikilnya

dimana burung laut berlagu merdu, sampai pula kamu menyanyi bersamanya

dimana angin hangat mendesir menerpa jiwa peluhmu..

kelak ketika kamu membuka matamu

kamu menemukan dirimu saat ini

dan masa depanmu

dimana penyesalan adalah resiko dari sebuah kesalahanmu

dimana kesalahan yang kamu perbuat adalah manusiawi

dan saat itu pula kamu mampu dan tahu

apa yang kemudian tangan, mata, telinga dan hatimu lakukan

untuk yang terbaik

untuk Tuhan

dan orang-orang yang kamu cintai

kenyataan memang pahit, tapi terkadang itu yang kamu harus rasakan

sebelum kamu merasakan sesuatu yang manis

janganlah berhenti menjejakan kaki di pantaimu

kelak setiap jejak kakimu, tumbuh disana bunga yang indah

hingga tak satupun orang tega untuk memetiknya

karena kamu melakukan yang semestinya kamu lakukan

karena lukisanmu sungguh indah

dan karena sajakmu membuat sesuatu yang mati dapat hidup kembali

sayangilah cahayamu

Hidup itu ibarat ombak yang terus menerus menerjang karang

Karang yang tegar adalah karang yang mampu melihat indahnya matahari terbit dan tenggelam

Jangan pernah harap lautan tenang itu akan datang

Seolah, menafikan karang yang rapuh

Seharusnya menerima kenyataan, tak mampu melihat matahari terbenam

Hanya melihat sebuah cahaya matahari yang perlahan terbit dan datang

Itu sudah sebuah anugerah yang terindah, kau harus mampu mensyukurinya

Hidup itu ibarat buih putih di pinggiran pantai

Yang membuat lengkap, adalah ketika kau menyentuhnya

Dan ombak bersahabat menyapamu dengan lirih

Perlahan buih itu datang, dan menghilang

Namun, yang terpenting

Seberapa lama buih itu datang dan melengkapimu

Tak perlu emosi, kau harus sabar

Sesabar pohon kelapa, yang setiap harinya tersengat cakrawala

Yang suatu saat berbuah, mereka menyediakan untuk dahagamu

Yang suatu saat berdaun lebar, mereka membuatmu duduk lega menikmati pantai

Hidup itu ibarat jejak langkah yang kau buat di pinggir pantai

Terkadang membuat pasir putih terinjak sakit

Terkadang ombak akan membuat hilang jejakmu

Terkadang pula jejak itu memiliki awal dan kemana tujuanmu untuk melangkah

Terkadang dalam foto sebuah pantai, mengartikan sebuah perjalanan panjang

Awal dan akhir

Hidup itu ibarat kamu menikmati Cakrawala terbenam

Yang di setiap pantai panorama yang dipancarkan berbeda satu dengan lainnya

Jika, ada satu pantai yang membuatmu bercahaya

Selamanya kamu tak akan pernah melupakan slide itu di kepalamu

Tapi ingatlah, ada maksud dibalik sebuah panorama matahari terbenam

Dia akan datang pada saat ruang dan waktu yang tepat

Tetaplah membuka mata di setiap pantai

Rasakan setiap badai pantai yang ada yang membuatmu tak nyaman

Rasakan penyesalan saat kamu menemukan panorama yang buruk

Namun, berbicaralah pada Tuhan, dan yakinlah

Kamu menemukan cahayamu, saat kamu telah merasakan semua panorama yang buruk

Kamu menemukan cahayamu, untuk kamu tak melakukan kesalahan yang sama

Sayangilah cahayamu, jangan membuat menyesal

Kelak suatu saat, kamu menemukan Hidup yang indah

meraih asa

langkah terus kupijakkan…
walau tertatih dan tak jarang aku terjatuh…

haruskah kuterus menanti impian yang tak pasti
hingga waktu lewat begitu saja….

seiring embun menghiasi dedaunan
akankah kutemukan titik harapan tuk mencairkan
hampa yang melonjak ditelungkup hatiku

Its a new day…

Hey,,,
Kau lihatkah aku di sini?
Ditemani ombak berderu
Menatapmu berlalu

Ketika angin membasuh wajahku
Beserta sisa tetesan air mata tadi
Aku tersenyum,,,

Diantara batas penghujung hari
Jingga yang mulai kelam pun,
Menapikkan sisa-sisa kerinduanku

Kutahu malam ini pasti dingin
Lebih dari biasanya
Membuat jiwaku menggigil pilu
Dan hatiku bergetar hebat

Namun, kutahu juga…
Ku pasti baik-baik saja
Setelah fajar menyingsing
Menyisir jingga yang kian benderang
Memeluk hangat
Semua sisa cerita
Menyuguhkan sebuah penuntasan
Sebuah akhir
Sebuah kata selesai

Dan silau sinaran mentari
Mengetuk samar di jedela kamar
Berbisik perlahan…
“Its a new day…”